Kartini-Kartini di Polandia (Edisi 7)

Dorotea Moni Stelmachowska
Dosen Tetap jurusan Filologi di Universitas Adam Mickiewicz, Poznań.
Mahasiswi S3 jurusan Linguistik di Universitas Adam Mickiewicz, Poznań.
Wakil ketua di bagian EO & Fund Raising di Indonesian Diaspora Network – Poland (IDN PL).

 
Nama saya Dorotea Moni Stelmachowska, umur 38 tahun asal Manggarai Timur-Flores-NTT. Saya mulai menetap di Polandia sejak tahu 2006. Saya menikah dengan orang Polandia Mei tahun 2006 dan dikaruniai dua putra. Sedikit saya ingin membagi pengalaman saya tentang perjuangan sebagai seorang ibu rumah tangga sekaligus sebagai seorang dosen dan mahasiswi di negri orang. Saya menetap di Polandia dengan bermodalkan sedikit bahasa inggris dan tak sedikitpun bahasa polandia. Karena merasa jenuh dan bosan tinggal di negri orang, maka hati ingin kembali ke tanah air ingin mengabdi di negara sendiri, dengan modal sarjana yang telah saya raih di Indonesia. Namun nasib berkata lain. Saya diterima bekerja di universitas sebagai dosen filologi Indonesia-Malayu, sedangkan waktu itu saya merasa bahwa kemampuan berbahasa inggris saya sangatlah minim, jangan sebut lagi bahasa polandianya. Pada tahun 2009 saya memulai bekerja di Universitas Adam Mickiewicz. Saat itu putra sulung saya baru berusia 6 bulan, itu berarti bahwa seharusnya saya belum bisa bekerja di luar rumah mengingat bahwa dia masih sangat kecil. Saya coba mengatur waktu sebaik mungkin sehingga kewajibanku sebagai seorang ibu tidak terabaikan dengan pekerjaan di universitas. Awalnya memang tidak mudah melakukan dua hal yang sama-sama membutuhkan semangat dan dedikasi yang tinggi. Akan tetapi perlahan-lahan saya bisa beradaptasi dengan semua tanggung jawab saya ini. Ada saat-saat yang sungguh-sungguh melelahkan baik secara fisik mau pun pikiran, tetapi saya coba terus melangkah dengan pikiran positif bahwa saya bisa melakukan semuanya dengan baik walaupun dengan berbagai kekurangan. Yang menjadi salah satu kekuatan bagi saya ketika kelelahan, kecapaian, kemalasan menghampiri adalah selalu mengingat perempuan-perempuan hebat di kampungku yang setiap hari harus mengurus anak-anak mereka dan juga harus bertani atau berladang. Bagi saya mereka adalah motivator yang luar biasa yang selalu memberi saya semangat dalam kelelahan dan bahkan kecemasan yang kadang hadir dalam hidup harianku dalam bekerja dan mengurus anak yang masih sangat kecil. Waktu pun terus berjalan, bekerja di luar rumah dan mengurus anak menjadi sesuatu yang menarik bagi saya karena banyak hal yang saya pelajari, misalnya saja kedisiplinan dalam mengatur waktu, ketabahan dalam bekerja, mengenal lebih banyak sahabat dan bisa membagi pengalaman kepada orang lain. Dengan pengalaman positif yang saya alami dari mengasuh anak dan bekerja di universitas, maka pada tahun 2012 di saat saya sedang mengandung anak yang kedua, saya memberanikan diri untuk mengambil S2. Keberanian itu pun tidak sia-sia karena berkat kerja keras maka saya bisa menyelesaikan studi S2 saya. Usaha dan kerja keras telah mendarah daging dalam diri saya, berjuang tanpa lelah kuat mengakar dalam nadi saya. Mengasuh anak, bekerja di universitas dan kuliah dijalankan bersamaan tidaklah mudah namun keyakinan diri dan kerja extra keras memampukan saya untuk menjalankannya dengan hati gembira dan semangat yang berkobar-kobar. Dari pengalama singkat ini saya mau menggarisbawahi bahwa menjadi perempuan tidak menghalangi saya tuk berjuang dengan keras sehingga bisa menjalankan berbagai profesi sebagai ibu rumah tangga sekaligus pekerja di universitas dan sebagai mahasiswi. Kesulitan dalam memperjuangkan hidup adalah hal yang biasa namun yang menjadi hal yang luar biasa adalah bagaimana kita setia dan tidak putus asa dalam berusaha, terutama kalau itu menjadi niat dan cita-cita kita. Kedisiplinan dan dedikasi yang tinggi dalam setiap tanggungjawab menjadi senjata untuk sebuah kesuksesan. Jangan pernah menyerah dan jangan selalu mengeluh dengan banyaknya tanggungjawab kita.

Leave a Reply to Kamilus A. Saleman Cancel reply

Your email address will not be published.